KETERANGAN DAN HARAPAN MAJELIS ULAMA INDONESIA
DAERAH TINGKAT I KALIMANTAN TIMUR
TENTANG HUKUM
PERKAWINAN WANITA AHLUL BAIT DENGAN PRIA BUKAN AHLUL BAIT
Memperhatikan tulisan Alhabib Hadid dalam Opini dan Internasional dan surat kabar harian Manuntung 6 Oktober 1995 yang antara lain berbunyi (jika seseorang syarifah menikah atau dinikahkan dengan yang bukan Ahlul Bait, pernikahan itu diharamkan oleh Allah SWT, yang menyaksikannya pun akan dituntut di Yaumil Akhir) dan tanggapan dari Saudara Drs. H.A. Royani Mukhlis (bahwa perkawinan Islam tak kenal Stratifikasi sosial).
Dan tulisan dalam Manuntung tanggal 13 April 1996 yang berjudul (Soal hukum perkawinan Habib Syarifah – Faisol: tak ada ada dalam Islam) Mungkin kurang jelasnya Judul.
Dan memperhatikan perminataan masyarakat melalui lisan dan tulisan supaya MUI Kaltim mengeluarkan fatwanya, maka MUI Dati I Kaltim dalam pembahasan rapatnya tanggal 24 April 1996 berkesimpulan memberikan penjelasan sebagai berikut:
- Bahwa Islam agama yang lengkap dan sempurna mempunyai aturan dan peraturan hidup untuk masyarakat manusia, sesuai dengan maksud firman Allah yang berbunyi, yang artinya:
- Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu dan telah Kucukupkan ni’matku kepadamu dan telah Ku redhai Islam agama untukmu. (QS. Al Maidah ayat 3).
- Tiadalah kami alpakan sesuatupun di dalam Al-Kitab. (QS. Al-An’am ayat 38).
- Bahwa Islam menghargai dan menghormati hak asazi seseorang dan hak sesuatu kelompok masyarakat, yangn ingin menjaga memelihara kesucian turunan dan keharmonisan keluarga seperti kelompok masyarakat Ahlul Bait, yang Al Quran dan hadits Nabi SAW menyatakan, yang artinya :
– Sesungguhnya Allah berkehendak hendak menghilangkan kekotoran/ dosa dari kamu Hai Ahlul Bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya. (QS. Al-Ahzab Ayat 33).
– Sesungguhnya Allah memilih kinanah dari Bani Ismail, dan memilih Quraisy dari Bani Kinanah, dan memilih Bani Hasyim dan Quraisy aku dari Bani Hasyim. (H.R. Baihaqi dari Watsilah bin Asqa’).
- Karena itu hukum perkawinan wanita Ahlul Bait dengan pria bukan Ahlul Bait sudah ada diatur dalam hukum Islam (fiqih Islam). Yang pembahasannya oleh para fuqaha dimasukkan pada bagian Kafaah (setara) bahkan pada bagian ini kebanyakan ulama memandang muktabarah bahwa kafaah ada 4 bagian yaitu kafaah Agama, status merdeka, nasab dan pekerjaan. Ada pula sebagian ulama memasukkan kafaah keselamatan dari aib dan kekayaan. Tetapi kafaah agama mutlaq yaitu tidak halal wanita Islam kawin dengan lelaki bukan Islam, sedangkan kafaah lainnya hanya merupakan hak yang bisa ditanggalkan, dan perkawinannya sah tidak haram (lihat kitab Al-Majmu’ dan kitab-kitab Fiqih lainnya).
- Kita sangat menghargai sikap para Ahlul Bait yang sesuai dengan dasar negara kita Pancasila utamanya peri kemanusiaan yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab dan jiwa Islam yang memandang manusia itu sama, yang membedakannya hanya Taqwanya sehingga banyak Ahlul Bait yang telah berkenan mengawinkan anak wanitanya dengan pria bukan Ahlul Bait, tetapi tetap dalam wawasan menjaga dan memelihara agmanya.
- Harapan MUI dengan penjelasan ini berakhirnya pembahasan masalah tersebut yang menjadi polemik dikorankan guna menjaga dan memelihara Ukhuwah Islamiyah dan agar umat jangan kebingungan.
Samarinda tgl. 29 Muharram 1417 H
MAJELIS ULAMA INDONESIA
DAERAH TK. I KALIMANTAN TIMUR
Ketua Umum Ketua Komisi Fatwa
K.H. SABRANITY K.H. SAAD IJAN SALEH, BA
