SURAT KEPUTUSAN
MAJELIS ULAMA INDOENSIA DATI I KALIMANTAN TIMUR
TENTANG
FATWA HUKUM JUAL-BELI TANAH YANG DIPAKAI IAIN DARI ANANG MATARIP
KEPADA K.H. ABDULLAH MARISI DENGAN JANJI BILA TIDAK JADI
MEMBANGUN MASJID BATAL JUAL-BELI
NOMOR: 440-KPTS/FTW/MUI-KT/VIII/1415 H/ 1994 M
BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM
بسم الله الرحمن الرحيم
Membaca : Surat Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Antasari cabang Samarinda tanggal 19-8-1994 No. 1012/IN/5/T-B/Smd/ Hk.03.1/94. perihal mohon fatwa.
Mendengar : Penjelasan dalam rapat/pertemuan tanggal 29 Agustus 1994 di Kantor Majelis Ulama Indonesia Daerah Tingkat I Kalimantan Timur dari :
a). Sdr. Drs. H. Nukthah Arfawie Kurde
(Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Samarinda) bahwa tanah IAIN yang terletak di jalan K.H. Abul Hasan Samarinda adalah tanah yang berasal dari K.H. Abdullah Marisi (alm) yang beliau beli dari Anang Matarip (alm) untuk membangun Masjid Raya Samarinda, dan telah dilaksanakan pembangunan Masjid tersebut serta dilaksanakan sholat Jum’at dan waktu, di Masjid tersebut walaupun pembangunannya masih belum selesai. Namun kemudian karena pertimbangan teknis, pembangunan Mesjid tersebut dialihkan ke Jl. K.H. Abdullah Marisi (Masjid Raya yang ada sekarang ini). Dan tanah ex. Mesjid tersebut dipergunakan membangun Gedung Fakultas Tarbiyah IAIN Samarinda sesuai dengan kebijakan Pemda Tk. II Kotamadya Samarinda yang waktu itu Walikotanya H.M. Kadrie Uning (alm). Jelasnya tanah tersebut dibeli oleh K.H. Abdullah Marisi dari Anang Matarip.
b). Sdr. H.M. Junaid Sanusi
(salah seorang cucu Anang Matarip) bahwa tanah dimaksud bukan wakaf tetapi dijual oleh Anang Matarip kepada K.H. Abdullah Marisi selaku Nazir/ Panitia Masjid dengan syarat bilamana tidak jadi membangun Masjid di atas tanah tersebut maka jual-beli dibatalkan. Karena kenyataannya di atas tanah tersebut sekarang ini bukan Masjid, tetapi bangunan Gedung IAIN maka ahli waris berkeinginan mengambil kembali (membatalkan jual-beli sesuai dengan syarat yang dibuat).
Memperhatikan : Surat pernyataan K.H. Abdullah Marisi (alm) tanggal 15/12-03 yang lengkapnya berbunyi :
Jang bertanda tangan dibawah ini saja Hadji Abdullah Marisi Penghoeloe Agama Islam di Samarinda, ialah sebagai Kepala Pengoroes (Nazier) Masdjid Djami di Samarinda, berdjandji dengan sebenarnya kepada toean Anang Matarip, seperti saja atoerkan dibawah ini :
Bahwa perwatasan jang saja beli tanggal 15 Desember 2603 letaknya di kampoeng Sin Mei Dori II di Samarinda, pandjangnja 100 M, dan lebarnya 85 M, berhalat :
Disebelah Oetara dengan perwatasannja Hadji Mohamad Sidik; Disebelah Timoer dengan djalan raja; disebelah Selatan dengan perwatasannja Anang Matarip, dan disebelah Barat dengan tanah tempat koeboeran orang2 Islam di Samarinda.
Maka saja berdjandji apabila tidak djadi didirikan Masdjid di dalam perwatasan jang terseboet, maka pembelian saja dibatalkan dan apabila pohon2 getahnja soedah ditebang, maka wadjib membajar ganti harganja f3,- (tiga roepiah) sepohonnja kepada toean Matarip.
Maka apa2 jang terseboet diatas semoeanja dengan benar, daan saja menaroeh tanda tangan dibawah ini, tersaksi dihadapan orang baik2.
Tanda tangan saja terseboet,
Menimbang : Bahwa untuk itu, dipandang perlu menetapkan fatwa MUI Dati I Kaltim tentang status hukum jual-beli tanah Anang Matarip kepada K.H. Abdullah Marisi tersebut.
Mengingat : 1. Pedoman Dasar Majelis Ulama Indonesia.
- Keputusan Musyawarah Nasional III Majelis Ulama Indonesia.
- Keputusan Rapat pengurus paripurna Majelis Ulama Indonesia tanggal 7 Jumadil Awal 1406 H/ 18 Januari 1986 M.
- Hasil bahasan dalam rapat-rapat komisi fatwa terakhir tanggal 12 September 1994 M dengan memahami nash-nash yang berbunyi antara lain :
a)
وَأَحَلَّ ٱللَّهُ ٱلۡبَيۡعَ وَحَرَّمَ ٱلرِّبَوٰاْۚ
Artinya : Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba (Al Baqarah ayat 275).
- b) كل شرط ليس فى كتاب الله تعالى فهو باطل وان كان مائة شرط
Artinya : Tiap-tiap syarat yang tidak ada dalam kitab Allah adalah bathil meskipun sampai seratus syarat (Hadist Sohikh Riwayat Al Bazar dan Thabrani dari Ibnu Abbas Kitab Al Jami’ushshaghir).
- c)
وعن عائشة رضى الله عنها قالت جائتنى بريرة فقالت : انى كاتبت على اهلى على تسع اواق فى كل عام اوقية فاء عينينى. فقالت ان احب اهلك ان اعدها لهم ويكون ولاؤك لى فعلت فذهبت بريرة الى اهلها فقالت لهم : فأبوا عليها فجائت من عندهم رسول الله صلى الله عليه و سلم جالس فقالت : انى قد عرضت ذلك عليهم فأبوا الاان يكون الولاء لهم فسمع النبى صلى الله عليه و سلم فأخبرت عائشة النبى صلى الله عليه و سلم فقال : خذيها واشترطى لهم الولاء فانما الولاء لمن اعتق ففعلت عائشة رضى الله عنها ثم قال رسول الله صلى الله عليه و سلم فى الناس فحمد الله واثنى عليه ثم قال اما بعد فما بال رجال يشترطون شروطا ليست فى كتاب الله تعالى. ماكان من شرط ليس فى كتاب الله فهو باطل وان كان مائة شرط قضاء الله احق وشرط الله او ثق وانما الولاء لمن اعتق ( متفق عليه – بلوغ المرام ۸٠۹ )
Artinya : Dari Aisyah r.a. mengatakan : Barirah telah datang kepadaku lalu berkata : Aku (Barirah) akan menebus (memerdekakan) diriku dari tuanku dengan tebusan sembilan awaq maka tolonglah aku. Maka aku (Aisyah) berkata jika tuanmu suka akan aku beli kamu dan aku tebus memerdekakan kamu dengan bayaran sekaligus dan aku menjadi walimu, kemudian Barirah pergi kepada tuannya mengatakan hal tersebut, namun mereka tuannya enggan atas permintaan Aisyah tersebut. Lalu Barirah sampaikan keengganan tuannya kepada Aisyah. Setelah itu Barirah datang kembali kepada mereka dan Rasulullah duduk dekat mereka. Aku Barirah berkata lagi kepada mereka, tetapi mereka tetap enggan kecuali hak perwalian untuk mereka, maka Rasulullah telah mendengar ucapan mereka itu. Kemudian Aisyah memberitahukan kepada nabi lalu nabi berkata : Ambillah (belilah) dan buat syarat hak perwalian untuk mereka, karena sesungguhnya hak perwalian tetap untuk orang yang memerdekakan, maka Aisyah melakukannya sesuai petunjuk Nabi. Kemudian Nabi SAW memuji Allah dan berkata: Mengapa orang membuat syarat yang tidak ada dalam kitab Allah? Apapun syarat yang tidak ada dalam kitab Allah adalah bathil meskipun sampai seratus syarat. Keputusan Allah lebih berhak dipatuhi dan syarat Allah lebih berhak di pegangi. (Muttafaq Alaih, Bulughul Marom 160).
- d) واعلم ان الاصل فى البيع اللزوم لان القصد منه الملك والتصرف
Artinya : Dan ketahuilah bahwa asal pada jual beli adalah kepastian karena sesungguhnya tujuan dari jual beli adalah pemilikan dan mempergunakan. (Hak memiliki membeli dan hak mempergunakan pindah dari sipenjual kepada si pembeli) (Kitab Al Bajuri Ali Ibni Qosyim, Juz Awal Halaman 347).
- e)
يرى الامام ابو ثور : ان من باع شيئا واشترط فى العقد ما ينافى مقتضاه مثل ان يشترط ان لا يبيع المبيع ولا يهبه او ان يبيعه اويقفه او ان غصبه غاصب رجع عليه بالثمن او ان اعتقه قالو لاءله. فالبيع فى هذه الحالات بيع صحيح والشرط فاسد. نقل ذلك عنه ابن قدامة وغيره
Artinya : Imam Abu Tsaur berpendapat bahwa barang siapa menjual sesuatu dan mensyaratkan dalam penjualan itu sesuatu syarat yang menghilangkan keputusan jual beli seperti syarat bahwa jangan menjualnya dan jangan menghibahkannya atau supaya menjualnya atau mewakafkannya atau jika dirampas oleh perampas kembali harga itu kepadanya, atau jika memerdekakannya maka hak perwalian untuknya, maka jual beli pada hal-hal semacam ini sah dan syaratnya rusak/bathal. (yang demikian itu juga di salin oleh Ibnu Qadamah dan lainnya) (Kitab fiqih Imam Abu Tsaur Halaman 584).
- f) وقد ذهب الى اشتراط ما ينافى مقتضى العقد يؤدى الى ان الشرط فاسد والبيع صحيح كل من الامام الحسن والنخعى وابن المنذر وابن ابى ليلى ورواية عن الامام احمد
Artinya : Dan sesungguhnya Imam Al Hasan dan Annahka’i dan Ibnu Mundzir dan Ibnu Abi Laila dan riwayat dari Imam Ahmad. Mereka semua berpendapat bahwa jual beli yang mensyaratkan dengan syarat yang meniadakan keputusan akad jual beli maka syarat tersebut rusak (bathal) dan jual belinya sah (Kitab fiqih, Imam Abu Tsaur Halaman 584).
- g) Keterangan yang sama yaitu menyatakan bahwa jual beli bersyarat seperti tersebut adalah sah dan syaratnya bathal terdapat dalam :
Kitab Al Mughni Jilid 4 Halaman 251.
Kitab Al Bahruzzihar Jilid 4 Halaman 344.
Kitab Al Majmu’ Jilid 9 Halaman 420.
Kitab Umdatul Qari Jilid 9 Halaman 244, dan Jilid 3 Halaman 293.
Kitab Al Hawi Jilid 6 Lauhah 253b.
Kitab Al Mahally Jilid 9 Halaman 383.
- h)
ما ثبت بالشرع مقدم على ما وجب بالشرط
Artinya: Apa yang telah tetap dengan syara’ didahulukan atas apa yang wajib dengan syarat (Qoidah Usul Fiqh).
Dengan bertawakkal kepada Allah SWT dan mengharap ridhonya.
MEMUTUSKAN
Memfatwakan : 1. Bahwa jual beli tanah (yang sekarang dipakai Fakultas Tarbiyah IAIN Antasari Cabang Samarinda) dari Tuan Anang Matarip (alm) kepada K.H. Abdullah Marisi (alm) selaku Nazir/ panitia Masjid Jami’ Samarinda adalah sah dan tidak dapat di batalkan.
- Syarat/janji yang dibuat (untuk membangun Masjid Raya) hukumnya bathal (tidak berlaku).
6 Rabiul Akhir 1415 H
Samarinda, —————————–
12 September 1994 M
MAJELIS ULAMA INDONESIA
DAERAH TINGKAT I KALIMANTAN TIMUR
Ketua Umum, Sekretaris,
K.H. SABRANITY DRS. H. NASRI USUF
